Minggu, 5 Okt 2025
Komunitas LiterasiNasional

Tokoh Agama Tekankan Pentingnya Literasi Keuangan

Literasi keuangan adalah pilar penting dalam membangun keluarga yang harmonis dan berkelanjutan. Meski indeks literasi keuangan perempuan Indonesia mencapai 66,75% pada tahun 2024 dan bahkan melampaui laki-laki pada tahun 2022, masih banyak perempuan yang memiliki pemahaman rendah tentang konsep-konsep penting seperti pembukuan (25%), rekening (32%), peningkatan usaha (30%), dan investasi (38%) (Sumber: Link UMKM, 2024; UNDP, 2022; Infobanknews, 2025). Peningkatan literasi keuangan sangat relevan untuk memperkuat ketahanan ekonomi keluarga dan mendorong praktik konsumsi berkelanjutan. (10/08/2025).

Lewat Sekolah Bumi Calon Ibu Kelas Literasi Keuangan untuk Keluarga Tangguh Hadapi Krisis Iklim yang dilaksanakan Minggu, 10 Agustus 2025 di Pontianak, Eco Bhinneka Muhammadiyah lewat program SMILE Eco Bhinneka Muhammadiyah bersama Ford Fondation kembali menggandeng Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kota Pontianak. Dalam sesi panel tokoh agama, setiap tokoh agama memberikan pandangan dan ajarannya terkait pengelolaan keuangan dalam mempertahankan keluarga dalam ajarannya masing – masing.

Dr. H. Abd. Syukur, SK selaku Ketua FKUB (Forum Kerukunan Ummat Beragama) Kalimantan Barat menyampaikan bahwa keluarga dibangun melalui ketahanan keluarga.

“Dukungan ekonomi sangat menentukan bagaimana membangun keluarga yang Sakinah Mawaddah Warohmah dan Sejahtera tanpa ekonomi yang memadai. Kaya miskin itu relative,” ucap Syukur dalam sambutannya.

Syahdin L. Nyarong merumuskan kesehatan keuangan ini lewat Rukun dalam Finansial. Kerukunan finansial itu artinya harus diawal dengan rukun.

“Pertama rumuskan hidup, kedua kelola keuangan, ketiga untuk nanti. Miskin itu pasti, kaya ini yang mudah-mudahan. Karena dalam Kristen bahwa orang miskin selalu ada dalam diri Anda yang harusnya ditolong. Rumus rukun tadi membantu kita menentukan mau apa dan keuangan itu harus dikelola,” ujar Pdt.Syahdin.

Sementara itu Muhammad Azman selaku Sekretaris FKUB Kota Pontianak mengatakan bahawa Agama memiliki peran penting dalam membentuk kesehatan finansial individu dan masyarakat terutama terhadap umatnya. Prinsip-prinsip syariah, seperti larangan riba dalam Islam contohnya, pengelolaan keuangan yang bijaksana, zakat, infak, sedekah, konsep tolong menolong, serta anjuran untuk menabung dan berinvestasi secara halal. Dengan menerapkan prinsip-prinsip ajaran agama seperti ini, umat Islam dapat mencapai stabilitas finansial, mengurangi kesenjangan sosial, dan berkontribusi pada pembangunan ekonomi yang lebih baik.

“Berlebihan (israf dalam istilah keagamaannya) dalam segala hal dilarang karena termasuk sifat tercela. Israf mencakup berbagai aspek kehidupan, termasuk makan, minum, berniaga, beribadah, dan gaya hidup. Allah SWT tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan, sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an. Selain dilarang oleh Allah, sikap berlebihan juga lebih banyak mendatangkan mudharat (keburukan) dibandingkan dengan manfaat. Oleh karena itu, orang-orang yang berlebihan dalam suatu hal pasti akan merugi di kemudian hari,” tegas Azman.

Azman menjelaskan persoalan prinsip dasar pengelolaan keuangan dalam Islam ialah pemenuhan kebutuhan diri dan keluarga mencakup semua aspek dasar seperti sandang, pangan, dan papan. Kebutuhan ini harus dipenuhi secara layak, wajar, dan tidak berlebihan, sesuai dengan prinsip hidup sederhana yang diajarkan dalam Islam. Kemudian menyisihkan sebagian harta untuk kebutuhan kesehatan untuk keperluan pendidikan anak, menunaikan zakat (membersihkan harta sekaligus membantu mereka yang membutuhkan), dan Islam juga menganjurkan untuk berinfaq dan bersedekah.

“Pengelolaan harta dalam Islam merupakan bentuk ibadah yang mencerminkan rasa syukur kepada Allah. Dengan menerapkan prinsip dasar pengelolaan keuangan, kita dapat memenuhi kebutuhan diri dan keluarga, serta membantu mereka yang membutuhkan melalui zakat, infak, dan sedekah. Pengelolaan harta yang baik adalah gabungan dari perencanaan, pengaturan, pelaksanaan, dan pengendalian. Semua langkah ini memastikan bahwa harta yang kita miliki menjadi berkah, baik bagi diri sendiri maupun orang lain,” tambah Azman.

Selanjutnya Pandhita Eny Enawaty dari FKUB Kota Pontianak unsur Buddha juga menegaskan pentingnya melek literasi keuangan. Permasalahan ekonomi keluarga terjadi karena kurangnya pengetahuan dalam mengelola pemasukan dan pengeluaran. Apalagi di zaman seperti ini, di mana kebutuhan dan keinginan sulit untuk dibedakan, orang-orang sulit memanajemen penghasilannya. Akhirnya pengeluaran lebih besar daripada penghasilan.

“Uang digunakan untuk menopang hidup, membantu sesama, dan mengembangkan kebijaksanaan. Harta bukan tujuan, tapi sarana untuk mencapai keseimbangan,” sampai Eny mengingatkan.

Pernyataan ini dikuatkan oleh Utin Nina Hermina selaku Piminan Wilayah Aisyiyah Kalimantan Barat.

“Awal menikah saya mengatur keuangan dengan membaginya (pendapatan) dalam amplop. Banyak pilihan cerdas dalam berinvestasi dalam bentuk emas yang sesuai dengan kebutuhan. Untuk mengatur operasional terutama makan juga bisa dilakukan dengan cara cerdas yaitu masak sendiri. Saya ibu rumah tangga dan bekerja tapi memutuskan untuk menyiapkan sarapan hingga makan siang. Itu pilihan – pilihan yang bisa kita ambil, sebagai contoh. Saya sendiri masih sampai hari ini membawa bekal ke kantor,” ujar Utin.

Yang pertama kita harus cerdas mengelola, yang kedua mampu mengelola keuangan kemudian investasi dan mandiri dengan belajar berusaha yang tidak mesti ke kantor. Pada saat kita memiliki keinginan berwirausaha maka kenali potensi yang ada dalam diri sehingga kemampuan yang ada bisa berpotensi lebih baik.

Dr. E. Maran, S.E., M.M. dari unsur Katolik menambahkan lebih lanjut bahwa kesehatan finansial ialah kemampuan kita untuk memenuhi kebutuhan hidup. Kemudian ia kembali mengingatkan bahwa agama tentu selalu membimbing umatnya untuk harus dilandasi kejujuran dalam mencari sumber ekonomi dan menghindari diri terhadap praktik yang curang. Harta yang dimiliki hanya sebagai sarana dan bukan tujuan utama hidup.

“Kita harus melakukan sesuatu untuk memprioritaskan yang paling pokok. Bahwa kesehatan finansial ialah keseimbangan berbagi, dengan iman keluarga akan menajdi berkat,” tutur Maran.

Tjhin Djie Sen dari unsur Konghucu menyampaikan bahwa ada tuntutan untuk memiliki keleluasaan dalam mempertahankan ekonomi keluarga.

“Kalau kami masyarakat Tionghoa memang suami diwajibkan untuk menjadi kepala keluarga yang baik dan istri memelihara keluarga sebaik-baiknya. Ajaran Konghucu menekankan hubungan harmonis dalam keluarga yang harus dilandasi dengan kasih sayang,” tambahnya.

Terakhir, I Wayan Sudiana dari unsur Hindu menyampaikan pandangan terakhir yang menutup pendapat semua tokoh agama bahwa esensi dari yang telah disampaikan nilainya akan sama karena latar belakangnya dalah agama dan kebenaran.

“Kita punya rumus Iman, Ilmu dan Amal. Sebagai umat Bergama kita mempunyai iman, ilmu pasti dan amal. Ketiganya perlu untuk saling melengkapi agar seimbang. Tidak ada kebenaran selain milik Tuhan,” tutup Wayan.

sumber: https://rri.co.id/opini/1761693/tokoh-agama-tekankan-pentingnya-literasi-keuangan



Baca Juga